Bima dan Jihan telah sampai pada tujuan mereka, sebuah cafe dengan lampu-lampu hias temaram yang menggantung di berandanya menambah kesan romantis tempat tersebut.
“Kok bukan ke cafe kita biasa sih?” tanya Jihan mengerutkan dahinya, pertanda ada yang sedang ia pikirkan.
Bima menatapnya sinis dan menarik saja tangan sahabatny tersebut tanpa menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu.
“Nah, sekarang lo nemenin gue aja. Ngerjain tugas, oke?” ucap Bima dengan santai membuka laptop miliknya dan tentu saja diangguki oleh Jihan.
Alunan lagu terasa memenuhi indera pendengaran dari setiap pengunjung yang hadir di sana, lagu dari Budi Doremi yang berjudul Tolong mulai memasuki intronya.
“Eh eh, Bim! Lagu kesukaan kita!” Jihan mengubah wajahnya menjadi sumringah dan tak sengaja menarik-narik lengan sang sahabat.
“Budi Doremi rilis lagu baru tau, Bim. Eh tapi gue tetep suka lagu ini sih, hehehe.” Jihan terkekeh dengan manik hitamnya yang hampir tak terlihat karena saking lebarnya senyuman yang ia torehkan.
“Itu kan lagu buat friendzone, emang ... lo lagi di friendzone-in siapa sih?” tanya Bima masih fokus di laptopnya, sebenarnya degupan jantungnya bertambah cepat, menunggu jawaban dari perempuan itu.
Sudah menjadi rahasia yang tersimpan cukup lama, bahwa Bima Samudra menyukai Jihan Pratama melebihi seorang teman. Namun, Jihan masih saja bergeming dan seolah nyaman dengan status mereka yang hanya menyandang status sahabat.
“Yaaaa ... Ngga ada sih.” Jihan mengangkat bahunya, kikuk. Perasaanny mendadak aneh. Kenapa Bima harus bertanya seperti itu, sih?
“Lo ngga suka cowok ya?” tanya Bima berkelakar dan tertawa kecil, berusaha mencairkan suasana.
“Enak aja! Ngarang lo! Suka lah.” Segera, Jihan menyanggah pertanyaan laki-laki yang ada di hadapannya. Wajahnya jengkel. Bisa-bisanya Bima menganggapnya demikian.
“Atau lo suka sama gue?” tanya Bima langsung menebak, ia mengigit bibirnya sendiri sementara fokusnya ia coba alihkan ke layar laptop di depannya.
Jihan terdiam beberapa saat. Kemudian tertawa canggung menutupi pipinya yang bersemu merah.
“Nggaklah anjir. Lo bukan tipe gue!” Ia menepuk meja di depannya dengan satu tangannya sambil tertawa, netranya teralih ke arah lain. Apa saja asalkan Bima tidak melihat wajahnya yang seperti kepiting rebus.
“Lah terus tipe lo kaya apa?” tanya Bima penasaran, mencuri-curi pandang ke arah gadis di depannya.
“Yang kaya cowok arah jarum jam 12.” Jihan melirik asal cowok gondrong yang sedang memainkan ponselnya dari tempatnya.
“Oh lo suka cowok begitu, kayanya jomlo. Mau gue mintain nomornya?” tanya Bima terkekeh geli dan menatap Jihan.
“Eh, Bima! Gila lo jangan!” Jihan ikut bangkit, namun Bima sudah kepalang berjalan ke arah cowok tak dikenal tersebut.
Mati aja deh.