Flashback
Putus
“Kamu kapan kesini?” ucap seorang gadis yang sedang mondar mandir dipelataran rumahnya. Wajahnya mendadak berubah masam. Kawa memang tak pernah memberinya waktu barang sehari saja agar dapat bisa berdua saja dengannya. Kadang, Ia meragukan hatinya. Apakah masih kuat Ia bertahan?
Tiba-tiba ponselnya berdering, dari Rey? Teman kampusnya yang akhir-akhir ini sikapnya berubah pada Nanda. Entah perasaan Nanda saja atau memang pria itu terlihat tengah mengejarnya.
“Iya ada apa Rey? Jadi ke rumah?” tanyanya membahas tentang percakapan mereka di chat. Nanda tersenyum sumringah, suatu perasaan yang jarang ia dapatkan lagi saat bersama Kawa. Lebih tepatnya sudah tidak pernah lagi. Bahkan Kawa saja tidak pernah lagi menghubunginya duluan.
Ia mengangguk dan semua penantiannya pada Kawa ia lupakan.
“Hey cantik!” Seorang pria bertubuh jangkung nampak membawa bunga dan sebuah bingkisan berupa chessecake kesukaan Nanda, gadis mana yang tidak tersipu diperlakukan demikian?
“Makasih banyak! Bener bener deh lo, Rey! Ayo masuk!” Nanda mengajak pria tersebut untuk duduk di ruang tamu mereka.
“Makasih banyak! Gue suka banget kuenya. Enaaaak.” Nanda membiarkan sendok kecil berisi potongan chessecake lumer di mulutnya.
“Kalau sama gue suka nggak?” tanya Rey menatap lekat Nanda, membuat sang gadis tersedak dan tertawa canggung.
“Sorry? Lo ngomong apa?” tanya Nanda seusai dirinya meneguk segelas air putih didepannya. Kedua tangannya digenggam erat oleh pria yang sudah 2 tahun dikenalnya.
“Gue suka sama lo, Nan.. Lo juga suka sama gue kan? Gue bisa kasih apa yang Kawa nggak pernah kasih. Gue sayang banget sama lo.” aku sang pria, Nanda membeku ditempatnya entah harus menanggapi bagaimana. Hatinya terbagi, harus mengikuti salah sattunya untuk memilih Kawa atau menerima perasaan Rey dan melupakan Kawa. Tatapan Rey begitu dalam, dan Nanda hanyut dalam manik hitam menenangkan sang tuan. Keduanya bertatapan dan membiarkan wajah mereka perlahan mendekat.
“Kalian apa-apaan?!” sebuah suara mengagetkan keduanya, Kawa sudah berdiri didepan pintu dengan nafas tersengal dan melepaskan bunga yang ia bawa begitu saja. Nanda segera bangkit dan berusaha meraih Kawa, namun tak tergapai sama seperti hatinya yang sangat sulit digapai untuk saat ini.
“Kita putus!” ucap Kawa dengan tegas dan menatap sekilas Nanda dengan tatapan kecewa kemudian membuang muka, segera ia bergegas meninggalkan rumah Nanda sebelum sang puan mengejarnya.
“Kawaaa! Aku bisa jelasin!” teriaknya, namun percuma. Mobil Kawa sudah melaju cepat tak terlihat. Nanda benar-benar merasa ditinggalkan dan tak berguna.