Betrayal
Kawa POV
Setelah dapat pesan dari Ratu, gue segera bergegas ke rumah sakit bersama Raden dan juga Dias. Otak gue udah ngga bisa berpikir normal. Siapa sebenernya yang tega kaya gini ke Yaya? Apa mungkin Raja?
“Bro.. Gue kasih tau ya. Nanti pas dirumah sakit lo jaga emosi lo. Kita fokus doain dan jagain Ninid aja ya?” Dias menepuk bahu gue dan memberikan kata-kata yang menurut gue basi. Ngga bisa. Tenang gimana. Nidya yang tadi sore masih senyum sama gue, sekarang gue gatau dia lagi gimana, kesakitan apa nggak.
“Iya Wa. Nanti juga kalau ada Raja. Lo jangan langsung ngejudge dia.” Raden yang sedang menyetir menimpali. Gue menggeleng. Sebenarnya karena bingung. Kalau memang Raja yang nabrak, kenapa? Apa gue kurang jadi sahabat buat dia?
Ponsel gue berdering. Dari Gita.
“Gue lagi ke rumah sakit.” “Bilangin a Mario maaf gue gabisa liat sampai akhir.” “Iya. Nidya ketabrak.” “RS Harapan Kemang.”
Usai panggilan terputus gue menyandarkan tubuh ke arah kursi mobil dan memijat pelipis gue. Pusing.
Tak lama kami bertiga sampai, tanpa memikirkan identitas gue, wajah acak-acakkan, gue berlari ke arah ruang icu dan menghampiri kumpulan orang yang gue kenal salah satunya adalah orang tua Nidya.
“Bu... Saya minta maaf.” hati gue seperti teriris, gue emang jahat banget. Gue ambil Nidya dari mereka dalam keadaan baik, tapi gue balikin ke mereka dalam keadaan sekarat.
“Nggak apa-apa. Bukan salah kamu Kawa.” jawab ibu dari Nidya masih dengan senyuman di sela tangisnya.
“Gimana keadaan Nidya?” tanya gue memberanikan diri.
“Nidya masih kritis dan ditangani dokter karena kehilangan banyak darah dan luka dikepalanya. Minta doanya ya Nak?” kali ini Ayah dari Nidya menepuk bahuku, tentu saja aku mengangguk penuh.
“Gue mau ngomong sama lo.” tiba-tiba gue ditarik oleh seorang yang gue tau itu adalah Ratu.”
“Gimana? udah tau siapa pelakunya? Ini gue ada foto-foto mobilnya. Lo tau mobil siapa?” Ratu menyodorkan gue beberapa jepretan mobil yang sudah melukai bunga matahari gue. Darah gue seketika mendidih, itu memang mobilnya Raja! Sering dipakai dia juga kalau kita lagi nongkrong.
“Sabar... sabar Wa.” Dias yang ada disamping gue terus-terusan menepuk bahu gue. Gak akan mempan.
Tiba-tiba..
“Hai semuanya. Sebenernya ada ap...—”
Yang gue tunggu-tunggu akhirnya tiba.
BUG!
TKO! Terima kasih Raja sudah bersedia hadir disaat yang tepat. You deserve it!
“Hey! Whats happen bro?!” Ia menghapus darah di ujung bibirnya karena pukulan gue.
Dias dan Raden terlihat membagi fokus dengan menahan gue dari arah kanan dan kiri.
“Lo gausah bohong lagi. Ini! Ini mobil lo kan?” Gue menyodorkan potret mobil miliknya tepat di depan wajahnya.
“Iya itu mobil gue. Terus kenapa?”
“Masih berlagak bego lo ya? Lo kan yang nabrak Nidya?!” Cukup! Gue nggak mau basa-basi lagi.
“HAH?!”