Insiden Terakhir

Malam itu, Kawa dan Nidya sudah duduk di barisan terdepan panggung mini concert dari kakak kandung Kawa sendiri, Mario.

“Sumpah lho ya, Kawa. Aku nggak pernah dateng ke konser gini sendiri. Biasanya sama Ratu dan Cici atauga sama Mama Papa aku.” Nidya mengerjapkan matanya beberapa kali dan memamerkan rona bahagianya melihat sekitarnya.

“Tepatnya dateng sama cowok?” tambah Kawa menggoda gadis didepannya dan tertawa kecil.

“Hehehehe. Eh Kawa. Katanya kamu mau cerita? Kenapa putus sama Nanda?” tanya Nidya kembali membuka obrolan mereka tentang hal tersebut yang sempat tergantung. Kawa terdiam sebentar dan menghela nafasnya.

“Dia selingkuhin aku, Ya.” Kawa berucap pelan dan menyandarkan punggungnya di kursi, berusaha meredam emosi yang meletup-letup.

“HAH?!” Nidya membulatkan netranya lebar karena apa yang didengarnya dari Kawa berbeda dengan yang didengarnya dari Nanda.

“Kenapa?” Kawa bertanya, kaget dengan respon Nidya yang seolah seperti mendengar kabar paling mengagetkan sedunia.

“Soalnya...” tiba-tiba ponselnya berdering.

“Bentar bentar, aku angkat telfon dulu ya.” Nidya meminta izin pada sang tuan dan menjauh dari tempat mereka.

“Nidddd! Kita udah diluar nih? Dimana ya? Nggak kebagian parkir juga. Gue masih dipinggir jalan kaya gembel sama Cici.” ujar seorang diseberang sana yang ternyata adalah Ratu.

“Bentar-bentar gue ketempat lo berdua. Dimana emang?” tanya Nidya berjalan cepat menuju pelataran cafe tersebut.

“Diseberang cafenya ini gue sama si Cici.” Ratu menjawab dan masih celingak celinguk mencari space kosong untuk mereka.

“Gue udah keluar nih. Dimana?” tanya Nidya. Cici melihat keberadaan sang puan dan membuka kaca mobil mereka.

“Niiiiddd!” teriak Cici antusias, Nidya tak kalah antusias dan sedikit berlari ke arah mereka.

Tiba-tiba sebuah mobil Honda Jazz hitam melaju cepat seperti di sebuah sirkuit balap ke arah Nidya.

“NID AWAAAAASS!” teriak Cici dan kontan Ratu juga ikut menengok. Namun naas tubuh sang sahabat sudah tertabrak dan terpental hebat karena benturan keras mobil tersebut.

“AAAAAAAAA!”

BRAKKK!

Kedua sahabat itu segera membuka mobil dan berlari menghampiri Nidya yang penuh luka dan darah terutama di bagian kepala.

“Tolooong tolooooong!” Cici berteriak mencari pertolongan. Ratu segera menelfon Ambulance dan kembali ke mobil.

“Lo cari pertolongan. Gue udah nelfon ambulance. Tapi gue mau ngejar mobil itu dulu.” Ratu menitipkan pesan pada Cici yang sedang diladan kepanikan hebat.

“Gak bakal gue biarin lolos lo dakjal!” Ratu menginjak gas secara penuh dan memacu kecepatan hingga penuh sampai mobil itu kembali terlihat olehnya.

“WOY ANJING BERHENTI LO!” Teriaknya saat hanya berjarak kurang dari 1 meter dengan mobil itu namun sial mobil sang puan terjebak lampu merah dan mobil tersangka sudah melaju bebas makin menjauh dan tidak terlihat.

“Shitt! Untung gue udah catet plat nomornya.”