Pelarian

Nanda memacu mobilnya— tepatnya milik Raja— cukup kencang ke arah Jakarta Pusat. Tidak henti-hentinya bibirnya bersumpah serapah. Memaki dan menyumpahi Nidya dan siapapun yang menghalangi upayanya.

“Goblok! Tolol! Kenapa ngga mati sekalian aja tuh cewek?! Kenapa harus ada temennya sih?” Ia memukul kemudi cukup kencang dan mengambil ponselnya ketika berdering. Dari pesuruhnya.

“Udah gue beresin. Lo lama. Pergi darisitu sebelum polisi dateng. Ganti semua simcard lo.” Ucapnya dengan nada dingin dan datar dan melempar ponselnya sembarang.

“Arrrgghh! Nidya sialan!” Ucapnya dengan menggebu-gebu dan penuh amarah.

Kembali ponselnya berdering, dari Kakaknya. Raja. Pusing dikepalanya makin bertambah. Pasti Raja tahu semua rencananya. Pasti Raja tahu dialah dalang dibalik semuanya.

Sekilas pikirannya kembali ke beberapa bulan lalu, saat dirinya berhasil memegang kendali atas Whatsapp milik Raja dan meretasnya. Raja yang terlalu bodoh atau dia yang terlalu pintar sehingga semua informasi mengenai Kawa dan Nidya berhasil didapat olehnya.

Kembali keningnya berdenyit nyeri, memikirkan sebersit rasa bersalah pada kakaknya yang segera Ia enyahkan.

“Ya kenapa Kak?” jawabnya dengan datar. Hening beberapa saat.

“Gue bakal jelasin semuanya. Tapi please kasih gue waktu Kak.” tawarnya masih dalam keadaan menyetir.

“Iya kak. Gue minta maaf. Gue akan perbaiki semuanya.” ucapnya mematikan panggilan telepon itu sepihak.

Datang atau tidak itu tergantung keputusannya kan? Tapi, Ia pun tidak tega kalau harus kakaknya yang menanggung akibat dari semua ulahnya pada Kawa dan Nidya.