Promise
Alka masih belum berani pulang, ia memilih memarkirkan motornya di sebuah taman dan melamun lantas memikirkan bagaimana nasibnya kedepannya. Kesal, pasti. Seolah keluarganya tidak mau tahu tentang masalahnya. Ia pun tidak ingin bercerita kepada teman-temannya dan memilih menanggungnya sendirian.
Tak lama ponselnya berdering, dari kakaknya. Ada apa lagi?
“Alka! Papa masuk rumah sakit.” ujar Lova, kakaknya dari seberang sana. Alka menghela nafas berat.
“Iya gue ke rumah sakit.” putusnya kemudian dan segera meninggalkan tempat tersebut menuju rumah sakit, tempat dimana papanya berada.
“Kak? Gimana Papa?” Alka yang saat itu sudah bisa menemukan sosok Kakaknya menatap ke arah sang puan dan ikut duduk disampingnya.
“Lo masuk aja deh mending.” ujarnya dengan raut wajah lelah. Alka mengangguk dan memutuskan masuk ke dalam kamar orang tuanya.
“Pa?” Alka berjalan menghampiri sang ayah dengan kikuk lantas duduk di kursi yang sudah dipersiapkan di samping ranjang Papanya.
“Maafin Alka ya?” Alka tercekat beberapa saat sebelum mengucapkan kata sulit tersebut dengan ayahnya yang menatap lemah lantas lelaki paruh baya itu mengangguk.
“Maaf kalau Alka kemarin-kemarin selalu repotin Papa, tapi Pa...“ Ia berhenti sejenak berusaha mengambil sebanyak-banyaknya oksigen karena rasa sesak di dalam dada.
“Alka cuma mau diperlakukan sebagai manusia, sebagai seorang anak.. Yang nggak cuma dikasih limpahan materi lalu Papa bisa tinggalkan. Aku ini bukan robot, Pa.” ucapnya menghela nafas lega setelah mengatakan apa yang selama ini dipendamnya. Sang papa mengangguk dan tersenyum tipis.
“Nggak apa-apa, Alka. Sekarang, kamu harus buktiin ke Papa.. Kalau dari sini, kamu bisa berhasil.” ucap sang ayah lagi dan dijawab dengan anggukan serta senyuman dari Alka.