The Death of Author
Dena, —salah satu editor di Romance Publisher— teman dari Mala, keluar dengan senyuman senang saat sang pemilik buku mengizinkannya memboyong buku hitam tersebut untuk dipinjamnya sebentar. Mala memang sangat baik hati, tak salah dia jadi salah satu penulis tetap di perusahaan penerbitan mereka sekaligus membantu jalannya bisnis di sana.
Ia kemudian memutuskan untuk pulang saat matahari mulai tenggelam ke peraduannya. Akhirnya, supir pribadinya datang. Dengan senyuman lebar, ia menyapa supirnya ramah dan masuk ke dalam mobilnya. Biasanya Mala akan ikut dengannya, namun sepertinya gadis itu sedang sibuk sekali karena pekerjaannya.
Tak ada yang janggal, semua berjalan seperti semestinya. Namun, macet kota melanda seperti halnya ibukota di jam pulang kerja seperti ini. Hmm, Dena nampaknya harus mengisi kesibukan. Kenapa tidak membaca buku yang baru dipinjamnya saja ya?
Sebutlah, Dena dan keberaniannya. Namun memangnya ia tahu kalau itu adalah buku kutukan? Dena belum sampai membuka lebar buku tersebut, namun ia meringis seketika.
“Aw—” Setitik darah keluar dari telunjuknya, ia menatap bingung jarinya sendiri yang mengeluarkan darah tanpa sebab. Apakah ia tanpa sengaja mengenai benda tajam pada buku tersebut? Dena segera mengambil sehelai tissue dan membersihkan darahnya. Entah kenapa kepalanya seketika pusing, ia mengusap keningnya.
Namun, sejenak kemudian ia kembali memutuskan membuka bagian buku tersebut dan membacanya sampai habis.
Sebuah buku yang memang sangat menarik, tentang pria yang bersekutu dengan setan dan selalu dikucilkan semesta. Kasihan sekali dia, namun mendadak bulu kuduknya meremang, ada apa dengan dirinya?
Belum sampai selesai ia baca, ternyata ia sudah sampai di depan rumahnya. Sejak ia membaca buku itu, Dena merasa seperti ada yang mengawasinya di perjalanan tadi. Ia menatap sekitar dengan suasana yang mulai menggelap, aneh. Siapa yang mau mengawasinya? Ini kan rumahnya sendiri.
Ia mencari kunci yang ia taruh pada tasnya, kemana kunci tersebut? Keringat dingin mengucur dari wajahnya, kenapa ia begitu panik? Padahal tidak ada yang mengejarnya.
Sekelebat bayangan muncul, seperti berlari hanya seper-mili sekon, lagi dan lagi. Ada yang memang tidak beres dengannya, tepatnya sejak ia membaca buku tersebut.
Sialan! Mana kunci itu!
Dena sudah tidak bisa berpikir jernih, nampaknya memang ada yang mengejarnya. Ah! Akhirnya kunci rumahnya berhasil ia dapatkan!
Tangannya gemetar mencari lubang kunci dari pintu rumahnya tersebut, namun karena serangan panik mencari lubang kunci saat ini seperti mencari lubang semut saja baginya.
Ketemu! Dena bersorak senang saat memutar kunci rumahnya. Namun,
“Akkkhh—” Sebuah anak panah melesat lurus dengan ujung runcingnya seolah mencari sasaran tepatnya, yakni punggung dari seorang Dena. Matanya melotot kemudian menabrak pintu rumahnya dan terkulai di lantai dengan bersimbah darah, ia gagal mencari jalan keluar dan tempat aman.
Rampung, Dena telah menjadi korban selanjutnya.